Terima kasih telah mengunjungi blog ini

Kamis, 06 Juni 2013

Jadwal Pertandingan Bola Edisi Juni - Juli



Jumat, 07/06/2013
·  01:00 WIB Netherlands VS Germany
·  19:00 WIB Indonesia VS Netherlands

Sabtu, 08/06/2013
·  01:00 WIB Croatia VS Scotland
·  01:20 WIB Belgium VS Serbia

Minggu, 09/06/2013
·  01:00 WIB Italy VS Israel

Senin, 10/06/2013
·  01:00 WIB Germany VS Spain
·  15:00 WIB Persita VS Sriwijaya FC

Minggu, 16/06/2013
·  01:30 WIB Brazil VS Japan

Minggu, 14/07/2013
·  20:30 WIB Indonesia VS Arsenal

Selasa, 09 April 2013

Minggu, 03 Maret 2013

Penyakit Bintik Putih (White spot)

Penyakit bintik putih (white spot) terjadi akibat adanya parasit Ichthyopthirius multifiliis sehingga sering disebut penyakit Ich. Hampir semua ikan hias air tawar dapat terserang penyakit ini. Walaupun kebanyakan yang diserang adalah benih ikan berukuran 1-5 cm, namun penyakit ini pun sering menyerang ikan besar maupun kecil. Penyebaran penyakit ini sangat cepat, terutama pada suhu optimalnya (15-25° C. pada suhu 30° C atau lebih, penyakit ini akan mati atau siklusnya berhenti. Siklus hidup parasit ini terbagi dalam beberapa fase, yaitu parasiter (tropozoit), pre-kista (tomont), kista (trophont), post-kista (theront). Siklus hidup ini terjadi selama 6 hari pada suhu 25° C, 10 hari pada suhu 15°, dan lebih sebulan pada suhu 10° C. Fase parasiter merupakan fase aktif yang membentuk nodula (spot atau bintik) putih di kulit dan epitel insang ikan. Bila sudah dewasa, parasit akan keluar dari nodula dan membentuk pre-kista yang berenang bebas mencari tempat menempel seperti akuarium, serokan, dan tanaman air.Di tempat menempelya pre - kista akan berkembang menjadi kista yang di dalamnya berisi tomite. Tomite inilah yang akan membelah menjadi banyak. Pembelahan tomite menyebabkan kista pecah sehingga tomite keluar. Tomite selanjutnya akan berkembang menjadi bentuk post-kista. Fase inilah yang aktif menyerang ikan. Jumlahnya di dalam air sangat banyak. Setiap kista dapat menghasilkan lebih dari 1.000 post-kista. Apabila infeksinya sudah meluas ke seluruh tubuh berupa bintikbintik putih maka ikan bisa mati. Tanda serangan penyakit ini adalah ikan akan naik ke permukaan air dan adanya bintik putih pada kulit. Pada serangan cukup serius, ikan akan menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding akuarium atau kolam sehingga menimbulkan luka. Luka dapat mengalami infeksi sekunder oleh cendawan. Tindakan pencegahan dilakukan dengan cara memberok ikan pada air mengalir atau kepadatan ikan dikurangi. Untuk pengobatannya dilakukan dengan cara ikan yang sakit direndam dalam larutan formalin 0,025 mW clan MOO 0,1 mg/e selama 12-24 jam. Setelah direndam, ikan dimasukkan kembali ke air bersih. Perendaman ikan dalam larutan metil biru sebanyak 0,7-1,0 mg/e selama 24 jam pun dapat membantu menghilangkan penyakit ini bila keadaannya belum parah. Bila tidak ada obat tersebut, perendaman dalam larutan garam dapur 4 g/l selama 5-10 menit dapat menghilangkan penyakit ini. Oleh karena siklus hidup parasit ini selama enam hari maka pengobatannya disarankan dilakukan selama tujuh hari berturut-turut. Ini dilakukan agar bibit penyakit benar-benar habis. Selain dengan obat dan garam dapur, pengaturan suhu menjadi 31-32° C selama 10 hari dapat mematikan parasit. Sumber : Darti S.L dan Iwan D, Penebar Swadaya, 2006

Senin, 25 Februari 2013

Cumi-cumi (Loligo sp)


I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia memang sudah terkenal dengan hasil lautnya dan merupakan salah satu produsen komoditas perikanan yang memasok produksinya ke berbagai mancanegara. Salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomi tinggi yang juga merupakan produk ekspor andalan negara kita adalah cumi-cumi. Itu ditandai dengan nilai ekspor binatang laut yang dikelompokkan ke dalam hewan yang memiliki kaki di kepala ini (keluarga chephalopoda) selama lima tahun terakhir terus meningkat.
Selama ini Jepang, Amerika dan negara-negara Eropa merupakan negara tujuan utama ekspor biota laut yang memiliki nama latin lepiotenhis lessoniana. Di banyak negara cumi-cumi selain dimanfaatkan untuk bahan baku berbagai jenis makanan, juga digunakan sebagai umpan untuk memancing ikan di laut.
Eskpor cumi-cumi yang pada tahun 2001 mencapai 13 ribu ton lebih (senilai US$ 22 ribu) nilai produksi ekspornya menunjukkan peningkatan yang cukup tajam pada tahun 2005. Tahun lalu jumlahnya berlipat menjadi 25 ribu ton lebih (senilai lebih dari US$ 42 ribu). Peningkatan nilai ekspor ini ternyata masih jauh lebih kecil dari kebutuhan cumi-cumi di pasar dunia.
Di Amerika tahun lalu saja membutuhkan 640 ribu ton cumi-cumi. Di saat yang sama Jepang membutuhkan 580 ribu ton, sementara produksi dalam negerinya hanya mampu menghasilkan sekitar 200 ribu ton saja. Sebagai informasi harga cumi-cumi di negara sakura ini kini mencapai US$ 2,5 per kilogram. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa peluang ekspor cumi-cumi masih terbuka lebar dan cukup menjanjikan.
B.     Permasalahan
Meski hasil ekspor cumi-cumi memperlibatkan tren yang terus membaik setiap tahunnya, bukan berarti selama ini tidak ada kendala yang dihadapi oleh para nelayan dalam berburu cumi-cumi. Hampir seluruh hasil ekspor cumi-cumi Indonesia saat ini masih mengandalkan hasil tangkap dari laut. Artinya pasokan nelayan sangat tergantung dari musim. Seperti misalnya di selat Alas (selat yang menghubungkan antara pulau Lombok dan sumbawa) pada periode Oktober April merupakan masa panen cumi-cumi, tiap bulannya tangkapan para nelayan rata-rata bisa mencapai lebih dari 100 ton. Sebaliknya selama April September merupakan saat paceklik cumi-cumi, pada saat paceklik para nelayan ini tentu saja pendapatannya akan menurun bahkan bisa saja terjadi sama sekali tidak ada pemasukan dari hasil tangkap cumi-cumi ini.
Selain itu, keberadaan cumi-cumi ini juga sangat tergantung dari kondisi ekosistem terumbu karang. Terumbu karang bagi cumi-cumi merupakan tempat untuk bertelur dan mencari makanan. Sayangnya kondisi terumbu karang di perairan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan total luas terumbu karang Indonesia mencapai 60 ribu kilometer persegi, sementara yang kondisinya dianggap masih baik kurang dari 6%. Sisanya yang 94 % tentu saja sangat buruk keadaannya. Melihat fenomena ini maka bisa diprediksikan bahwa dalam beberapa tahun lagi populasi cumi-cumi akan mulai berkurang. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan penurunan produksi ekspor cumi-cumi.
II.                CUMI – CUMI (Loligo sp)
A.    Klasifikasi Cumi – Cumi
Klasifikasi cumi cumi menurut Kreuzer (1984)
Kingdom                       : Animalia
Phylum             : Mollusca
Kelas                : Cephalopoda
Ordo                 : Teuthoidea
SubOrdo        : Myopsidae
Family              : Loliginidae
Menurut Saanin (1984) klasifikasi cumi-cumi adalah sebagai berikut :
Kingdom                       : Animalia
Filum                : Moluska
Kelas                : Cephalopoda
Subkelas                        : Coleoidea
Ordo                 : Teuthoidea
Family              : Loligonidae
Genus               : Loligo
Spesies              : Loligo sp.
Cumi-cumi merupakan binatang lunak dengan tubuh berbentuk silindris. Sirip-siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada ujungnya. Pada kepalanya di sekitar luabang mulut terdapat 10 tentakel yang dilengkapi dengan alat penghisap (sucker). Tubuh terdiri dari isi rongga tubuh (visceral mass) dan mantel. Lapisan isi rongga tubuh berbentuk silinder dengan dinding sebelah dalam tipis dan halus. Mantel yang dimilikinya berukuran tebal, berotot, dan menutupi isi rongga tubuh pada seluruh isi serta mempunyai tepi yang disebut leher (Pelu 1989).
Menurut Voss (1963) dan Roper, daerah penyebaran cumi-cumi adalah di perairan Pasifik Barat, Australia Utara, Pulau Filipina, bagian utara Laut Cina Selatan sampai Jepang. Penyebaran cumi-cumi (Loligo sp.) di seluruh perairan Indonesia hampir merata, yaitu dari Barat Sumatera sampai ke selatan Irian Jaya, dari Selat Malaka ke timur sampai ke perairan Timur Sumatera, Laut Jawa, Laut Banda, dan perairan Maluku/ Arafura.
Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan penghuni demersal atau semi pelagik pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Beberapa spesies hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam hari. Cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif), oleh karena itu sering ditangkap dengan menggunakan bantuan cahaya (Roper et.al. 1984).
Karakteristik yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya kantong tinta yang terletak di atas usus besar. Bila kantung ini dibuka, maka akan mengeluarkan tinta berwarna coklat atau hitam yang diakibatkan oleh pigmen melanin. Cumi-cumi akan mengeluarkan tintanya melalui siphon untuk menghindari predator (Buchsbaum et.al. 1987).
Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai sistem reproduksi yang terpisah (dioecious), dimana gonadnya terletak pada bagian posterior tubuhnya. Spermatophora (sel kelamin jantan) yang sudah matang gonad akan disimpan pada nedhem sac (Pelu 1988).
B.     Habitat Cumi – Cumi
Pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan paparan benua hingga kedalaman 400 m. beberapa spesies cumi-cumi hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi digolongkan sebagai organism pelagic, tetapi kadang-kadang digolongkan sebagai organism demersal karena sering berada didasar perairan. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam hari.
Cumi-cumi menghuni perairan dengan suhu antara 8 – 32 0C dan Salinitas 8,5 – 30 0/00

Laporan Genetika dan Pemuliaan Ikan


LAPORAN PERAKTIKUM
MATA KULIAH GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN
KERAGAMAN TRUSS MORFOMETRIK  IKAN BETOK
(Anabas Testundineus Bloch)







 











Oleh :
HAMZAH
G1B109202













KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN
BANJARBARU
2011
DAFTAR ISI
   Halaman
KATAPENGANTAR  ..………………………..……………………………         i
DAFTAR ISI ……………………………………..…………………………         ii
DAFTAR TABEL ………………………………..…………………………        iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………..…………………………       iv
I.        PENDAHULUAN …………………………….………………………..         1
A.     Latar Belakang ……………………..………..………………………         1
B.     Perumusan Masalah …………..……………….…………………… 2
C.     Tujuan Praktikum…………………..…………..……………………          2
II.  TINJAUAN PUSTAKA   ..……………..………….…………………….         4
A.     Klasifikasi Ikan Betok ..………………………..……………………         4
B.     Morfologi …………………………..……………….……………….         4
C.     Habitat ………………..……………………….…..………………...         5
D.     Bio-Ekologi …………..……………………………..………………          6
E.Truss Morfometrik …..…………….…………….….……………..….          6
F. Analisis Data  ………………………..…………………………..……         7
III.  METODE PRAKTIKUM .……………..……………………………….         8
A.     Waktu dan Tempat …………………….……………………………         8
B.     Alat dan Bahan ………….……………..……………………………         8
C.     Prosedur Kerja ………………………………………..……………...        8
IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………     10
A.     Analisis Multivariate (MANOVA) …………………..……………..        10
B.     Analisis PCA ………..………………………..…….……………….       12
C.     Analisis Scatterplot (Diagram Pencar) …………………..………….        13
D.     Analisis Dendogram ……………………………..……….…………       15
V.  PENUTUP …..………………………………………….………………..       16
A.     Kesimpulan ………….…………………………….………………..        16
B.     Saran ………..………….……………………………...…………….       16
DAFTAR PUSTAKA

I.  PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
            Indonesia terkenal dengan keanekaragaman spesies ikannya. Perairan tawar Indonesia setidaknya memiliki banyak jenis ikan air tawar yang dapat dikembangkan. Bahkan saat ini banyak komoditas air tawar yang telah dikembangkan pembudidayaannya. Salah satu komoditas air tawar yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah ikan betok. Betok merupakan ikan asli perairan air tawar Indonesia. Ikan ini termasuk unik secara karakteristiknya yang berbeda dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Ikan Betok memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen di udara. Hal ini dikarena ikan ini memiliki organ tubuh bernama labirin yang memungkinkan hal tersebut. Selain itu, ikan betok memiliki kemampuan bertahan hidup manakala terjadi kekeringan dan ikan ini juga dapat bertahan hidup di daratan yakni dapat bertahan di daratan tanpa air lebih dari 12 jam. Oleh karenanya betok mampu bertahan dalam kondisi perairan rawa dengan kandungan oksigen terlarut dan pH yang rendah asam. (Anonim, 2012).
Ikan betok merupakan komoditas ikan rawa yang sangat disukai oleh masyarakat Banjar (Kalimantan Selatan), sebab selain rasanya yang sangat gurih juga nilai ekonomisnya yang cukup tinggi dibandingkan jenis ikan lainnya. Selama ini ikan betok diperoleh dengan cara menangkapnya di alam, sehingga dikwatirkan suatu saat produktivitasnya akan menurun. Berbagai upaya telah ditempuh para pembudidaya ikan untuk mengembangkan ikan betok, tapi belum membuahkan hasil yang diharapkan.  Ini terkendala karena minimnya informasi mengenai kondisi fisiologi, morfologi, ekologi, food habit dan sifat genetik yang dimiliki oleh para pembudidaya ikan. Ikan betok yang hidup di ekosistem rawa yang berbeda-beda memiliki tingkat keragaman genetik yang cukup tinggi baik dilihat dari segi pertumbuhan,ukuran, warna, rasa dan reproduksi yang berbeda-beda.  Dilihat dari segi reproduksinya, ikan betok merupakan jenis ikan yang mudah untuk berkembang biak, baik secara alami maupun buatan (Juliansyah, 2007).
Ikan Betok adalah nama sejenis ikan yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Ikan ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti bethok atau bethik (Jw.), puyu (Mly.) atau papuyu (bahasa Banjar). Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai climbing perch, merujuk pada kemampuannya memanjat ke daratan.
            Ikan betok mempunyai manfaat yang sama dengan ikan-ikan air tawar yang lain, walaupun anggapan masyarakat ikan betok sebagai ikan lumpur. Ikan betok  dikenal sebagai pemakan segala-galanya (Omnivora) berupa tumbuh-tumbuhan air, ikan-ikan kecil, udang-udang renik, hewan-hewan kecil lainnya dan serangga.
B.            Perumusan Masalah
Usaha pemeliharaan ikan betok di Kalimantan Selatan sekarang mulai berkembang sehingga memungkinkan terjadi perubahan fenotifnya. Salah satu cara untuk memperoleh informasi tentang perubahan kemungkinan ikan betok adalah melalui analisis karakter morfometriknya sehingga perlu dilakukan studi tentang keragaman penampilan fenotif pada populasi ikan betok melalui multivariasi dengan metode “truss”morfometrik.

C.      Tujuan Praktikum
                Praktikum genetik kali ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan antara ikan betok dari kabupaten Amuntai dan ikasn betok dari kabupaten Marabahan Kalimantan Selatan. Hasil praktikum akan bermanfaat untuk mengetahui keragaman genetik ikan betok dari kabupaten Amuntai dan kabupaten Marabahan yang pada akhirnya padat digunakan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan mutu genetik ikan betok di Kalimantan Selatan.      























II.       TINJAUAN PUSTAKA
A.          Klasifikasi Ikan Betok
Ikan betok (Anabas testudineus Bloch)  merupakan salah satu jenis ikan air tawar  yang tergolong komersil, mempunyai nilai ekonomis penting dan sangat digemari oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Menurut Saanin (1986), ikan betok diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Pisces
Ordo                : Labyrinthici
Famili              : Anabantidae
Genus              : Anabas
Spesies            : Anabas testudineusBloch
NamaUmum    : Walking fish atauClambing Perch
Namadaerah    : Betik (Jawa dan Sunda), Papuyu (Banjarmasin), Puyu (Malaya), Puyo – puyo (Bintan), Geteh – geteh (Manado), Kusang (Danau Matuna).
B.           Morfologi
Menurut Djuhanda (1981), ikan betok (Anabas testudineus Bloch)  ditutupi oleh sisik yang berwarna hijau kehitaman pada bagian punggung dan putih mengkilat/putih kehijau-hijauan dibagian perut. Ikan ini termasuk ordo labyrinthici dikenal sebagai ikan labirin  karena di dalam rongga insang bagian atas insang tersebut terdapat alat pernapasan berbentuk labirin setiap ruang pada labirin tersebut terdapat pembuluh-pembuluh darah yang dapat (mengekstrasi) oksigen dari udara yang masuk ke dalam labirin.
Secara umum ikan betok  berbentuk lonjong lebih ke belakang menjadi pipih kepala relatif besar, mulut tidak  dapat ditonjolkan. Gurat sisi sempurna dan di bagian belakang di bawah sirip punggung yang berjari-jari lunak menjadi putus. Sirip punggung terdiri dari 17 buah jari-jari keras dan lemah, sirip disokong oleh 10 buah jari-jari keras dan 15 buah jari-jari lemah sirip perut mempunyai 1 buah jari-jari keras dan 3 buah jari-jari lemah.
C.    Habitat
Betok umumnya ditemukan di rawa-rawa, sawah, sungai kecil dan parit-parit, juga pada kolam-kolam yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air terbuka.  Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil. Betok jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar.  Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya, betok bernafas dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti ikan gabus dan lele, betok juga memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan ini memiliki organ labirin (labyrinth organ) di kepalanya, yang memungkinkan hal itu. Alat ini sangat berguna manakala ikan mengalami kekeringan dan harus berpindah ketempat lain yang masih berair.
Betok mampu merayap naik dan berjalan di daratan dengan menggunakan tutup insang yang dapat dimekarkan, dan berlaku sebagai semacam ‘kaki depan’. Namun tentu saja ikan ini tidak dapat terlalu lama bertahan di daratan, dan harus mendapatkan air dalam beberapa jam atau ikan ini akan mati.
Ukuran ikan betok di alam dapat mencapai 25 cm, hidup di dasar perairan yang berlumpur dan soliter. Betok bersifat ovipar, dapat memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahannya pada musim hujan dengan puncaknya pada bulan Oktober hingga Desember, telur-telur mengapung bebas. Ikan dengan kisaran bobot tubuh 15 – 110 gram dan bobot gonad 2,42 – 15,96 gram mempunyai jumlah telur (fekunditas) antara 4.882 – 19.248 butir  ikan betok (Makmur, 2006).
D.       Bio-ekologi
Ikan betok keberadaannya di perairan umum seperti danau, sungai, rawa-rawa dan genangan air tawar maupun payau. Ikan betok biasanya memijah pada awal musim penghujan yaitu daerah-daerah yang kering pada musim kemarau dan berair pada musim penghujan. Jika daerah itu sedang digenangi air maka ikan betok akan pergi ke daerah itu untuk memijah (Asmawi, 1984) 
Ikan betok (Anabas testudineus Bloch)  tahan terhadap keadaan kering kadang-kadang kuat hidup sampai satu minggu tanpa air/tinggal dalam lumpur yang masih mengandung air antara 1-2 bulan (Djuhanda, 1981).       
E.             “Truss” Morfometrik
            Teknik “truss” morfometrik digunakan untuk menggambarkan secara lebih tepat bentuk ikan dengan memilih titik-titik homologus tertentu yang menggambarkan anatomi ikan disepanjang tubuh dan mengukur jarak antara titik-titik tersebut. Teknik ini meningkatkan konsistensi dalam pengukuran, memberikan informasi yang terinci dalam menggambarkan bentuk ikan, memperkeci kesalahan pengukuran, lebih efisien karena mencakup seluruh tubuh dan jika garis “truss” semakin pendek atau titik “truss” semakin banyak, memberikan informasi yang lebih spesifik tentang gambaran tubuh ikan (Brzski dan Doyle, 1988 dalam Nugroho et al, 1991).
F.   Analisis Data
Analisis statistika multivariate adalah analisis statistika yang dikenakan pada data yang terdiri  dari banyak variabel dan antar variabel saling berkorelasi.  Beberapa metode yang termasuk ke dalam golongan analisis ini adalah :
Ø  Principal Component Analysis
            Mereduksi dimensi data dengan cara membangkitkan variabel baru (komponen utama) yang merupakan kombinasi linear dari variabel asal sedemikan hingga varians komponen utama menjadi maksimum dan antar komponen utama bersifat  saling bebas.
Ø  MANOVA
            Menganalisis hubungan antara vektor variabel respon (Y) yang diduga dipengaruhi oleh beberapa perlakuan (treatment).
Ø  Discriminant Analysis
            Membentuk fungsi yang memisahkan antar kelompok berdasarkan variabel pembeda, fungsi tersebut disusun sedemikian nisbah keragaman data antar dan kelompok maksimum.
Ø  Cluster Analysis
            Mengelompokkan data ke dalam beberapa kelompok sedemikian hingga data yang berada di dalam kelompok yang sama cenderung mempunyai sifat yang lebih homogen daripada data yang berada di kelompok yang berbeda (Anonim, 2012).

III.  METODE PRAKTIKUM
A.           Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Genetik dan Pemuliaan Ikan ini dilaksanakan di Laboraturium Basah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Lambung Mangkurat pada hari Kamis – Jumat, pada tanggl 24 – 25 Mei 2012.
B.            Alat dan Bahan
1.      Alat
Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam kegiatan praktikum kali ini adalah :
ΓΌ  Alat tulis (kertas hvs, pulpen)
ΓΌ  Jarum pentol
ΓΌ  Penggaris
ΓΌ  Baskom
ΓΌ  Akuarium
ΓΌ  Timbangan digital
ΓΌ  Alat dokumentasi (kamera)
2.      Bahan
Bahan yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu:
1.    Ikan betok Amuntai
2.    Ikan betok  Marabahan
C.          Prosedur Kerja
        Adapun prosedur kerja kali ini adalah sometrik sebagai berikut :
Pengamatan morfometrik mutlak ” truss” morfometrik ukuran mutlak di lakukan dengan cara :
1.        Ikan betok yang berasal dari wilayah Amuntai dan Marabahan diambil dari akuarium masing masing 10 ekor. Metode karakteristik morfometrik dilakukan dengan cara mengukur jarak titik-titik tanda yang akan dibuat pada kerangka tubuh (Gambar 1). Skema dan 21 karakteristik morfometrik ikan betok dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 1 ( Brzesky and Doyle, 1988).
2.        Ikan di letakkan diatas kertas, dengan posisi kepala menghadap kekiri dan sirip dibiarka pada posisi alami
3.        10 buah titik di jadikan sebagai patokan “morphometrik sehingga membentuk 21 karakter
4.        Setelah di lakukan penandaan menggunakan jarum pentol maka pada kertas akan terlihat 10 titik hasil penandaan yang kemudia di ukur jarak antara titik-titik tersebut dengan penggaris.
Pengukuran truss morfometrik, terbagi dalam 4 bagian (A, B, C,dan D). Bagian yang berhimpitan dianggap mewakili 1 karakter sehingga dari 10 titik truss diperoleh 21 karakter yaitu sebagai berikut:
Bagian tubuh
Kode
Diskripsi jarak


Kepala
A1
Ujung mulut atas – rahang bawah
A2
Rahang bawah – is’thimus
A3
Ujung mulut atas – is’thimus
A4
Ujung mulut  atas – pangkal sirip punggung
A5
Rahang bawah – pangkal sirip punggung
A6
Isthimus – pangkal sirip punggung




Badan
B1
Is’thimus – pangkal sirip perut
B2
Ujung sirip punggung – pangkal sirip punggung
B3
Pangkal sirip punggung – pangkal sirip perut
B4
Is’thimus – ujung sirip punggung
B5
Pangkal sirip perut – ujung sirip punggung
C1
Pangkal sirip perut – pangkal sirip anal
C2
Pangkal sirip anal – ujung sirip anal
C3
Pangkal sirip perut – ujung sirip anal
C4
Pangkal sirip anal – ujung sirip punggung
C5
Ujung sirip punggung – ujung sirip anal
Batang ekor
D1
Ujung sirip anal – pangkal bawah sirip ekor
D2
Ujung sirip punggung – pangkal atas sirip ekor
D3
Ujung sirip punggung – pangkal bawah sirip ekor
D4
Ujung sirip anal – pangkal atas sirip ekor
D5
Pangkal atas sirip ekor – pangkal bawa sirip ekor
Tabel. 1. Karakteristik morfometrik